Cinta Tanah Air Perspektif Islam


Patriotisme atau cinta tanah air seringkali diperdebatkan dalam konteks Islam. Sebagian pihak menganggapnya sebagai konsep yang bertentangan dengan universalitas ajaran Islam, sementara yang lain melihatnya sebagai bagian integral dari keimanan. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik memberikan landasan kuat untuk berargumen bahwa cinta tanah air sejalan dengan ajaran Islam dan merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ 

Hadits tersebut menyatakan: "Qutaibah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, dari Humaid, dari Anas radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika pulang dari perjalanan dan melihat dinding-dinding Madinah, beliau mempercepat untanya, dan jika beliau menunggang hewan tunggangan lainnya, beliau menggerakkannya (dengan lebih cepat) karena kecintaannya (pada Madinah)."

Berdasarkan hadits ini, dapat diajukan beberapa argumen kuat yang mendukung legitimasi cinta tanah air dalam Islam:

Pertama, tindakan Nabi mempercepat kendaraannya ketika melihat Madinah jelas menunjukkan kegembiraannya untuk kembali ke kota tersebut. Ini merupakan bukti nyata bahwa memiliki keterikatan emosional dengan suatu tempat yang dianggap sebagai tanah air adalah hal yang dibenarkan dalam Islam.

Kedua, sikap Nabi ini bukan sekadar respon emosional sesaat, melainkan pola perilaku yang konsisten, sebagaimana ditunjukkan oleh penggunaan kata "كَانَ" (kaana) dalam hadits, yang mengindikasikan kebiasaan atau tindakan yang berulang. Hal ini menegaskan bahwa cinta tanah air bukanlah sikap yang situasional, melainkan nilai yang harus dijunjung secara konsisten.

Ketiga, kecintaan Nabi terhadap Madinah tidak mengurangi universalitas misi kenabiannya. Ini membuktikan bahwa cinta tanah air dan komitmen terhadap nilai-nilai universal Islam dapat berjalan selaras tanpa harus saling meniadakan.

Keempat, hadits ini mendemonstrasikan bahwa cinta tanah air dalam Islam bukan sekadar konsep abstrak, melainkan harus dimanifestasikan dalam tindakan nyata. Tindakan Nabi mempercepat kendaraannya dapat diinterpretasikan sebagai semangat untuk segera berkontribusi kembali pada masyarakatnya.

Kelima, meskipun hadits ini spesifik membicarakan Madinah, prinsip yang terkandung di dalamnya dapat diaplikasikan secara universal. Setiap muslim, terlepas dari di mana ia tinggal, memiliki legitimasi untuk mencintai tanah airnya sebagaimana Nabi mencintai Madinah.

Berdasarkan argumen-argumen di atas, dapat disimpulkan bahwa cinta tanah air bukan hanya sejalan dengan ajaran Islam, tetapi juga merupakan implementasi dari sunnah Nabi. Namun, penting untuk dicatat bahwa cinta tanah air dalam konteks Islam harus dipahami secara proporsional. Ia tidak boleh mengarah pada chauvinisme atau mengabaikan prinsip-prinsip universal Islam seperti keadilan dan persaudaraan global.

Dalam konteks kenegaraan modern, cinta tanah air dapat diwujudkan melalui ketaatan pada hukum, partisipasi aktif dalam pembangunan nasional, dan upaya menjaga harmoni sosial.


Hadits tentang kecintaan Nabi Muhammad SAW terhadap Madinah memberikan landasan yang kuat untuk melegitimasi konsep cinta tanah air dalam Islam. Ia membuktikan bahwa patriotisme, jika dipahami dan diimplementasikan dengan benar, adalah bagian integral dari ajaran Islam dan merupakan manifestasi dari keimanan seorang muslim.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama